KASAT Reskrim Polres Aceh Selatan Iptu Darmawanto didampingi Polwan memperlihatkan tersangka pemerkosa anak di bawah umur. |
KABAR - Kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di Aceh Selatan. Kali ini menimpa seorang siswi kelas IV SD di Kecamatan Pasie Raja.
Korban yang masih berusia 11 tahunitu diperkosa oleh warga Desa Lhok Sialang Rayeuk, Kecamatan Pasie Raja, Aceh Selatan, bernama Tarmizi (52). Pelaku merupakan tetangga korban yang sehari-hari bekerja sebagai penggalas ikan. Ia menjebak korban dengan berpura-pura menyuruh korban menggendong cucunya dengan alasan ingin beli rokok, lalu saat korban telah masuk ke dalam rumah langsung dibekap mulutnya dan diperkosa.
Tak terima atas perlakuan bejat pelaku, pihak keluarga korban bersama warga sempat menghakimi pelaku. Beruntung, aksi massa tersebut cepat diketahui petugas. Pelaku yang sudah babak belur dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Yulidin Away Tapaktuan.
Untuk mencari keadilan atas perlakuan pelaku terhadap anaknya, ayah korban berinisial ZI dengan didampingi Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh Selatan, Masliah, melaporkan kejadian tersebut ke Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Aceh Selatan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Kapolres Aceh Selatan AKBP Achmadi SIK yang dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim Iptu Darmawanto Ssos menyebutkan, setelah menerima laporan dari keluarga korban, pihaknya langsung mengamankan pelaku yang telah selesai dirawat di RSU Yulidin Away Tapaktuan pada Kamis (4/3). Tersangka langsung ditahan di sel Mapolres setempat.
“Setelah menjalani proses pemeriksaan, ternyata pelaku mengakui seluruh perbuatannya sehingga pelaku langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di sel Mapolres Aceh Selatan sejak Kamis (4/3) lalu,” kata Darmawanto kepada Pikiran Merdeka di Tapaktuan, Senin (7/3).
Sementara ayah kandung korban, ZI yang ditemui di Mapolres Aceh Selatan, Senin (7/3), mengungkapkan, kejadian pemerkosaan itu terjadi Minggu (28/2) pagi. Saat itu, korban bersama seorang temannya sedang melintas di depan rumah pelaku.
Tiba-tiba pelaku yang bernama Tarmizi memanggil korban ke rumahnya. Tarmizi yang saat itu sedang menggendong salah seorang cucunya, pura-pura menyuruh korban untuk menggendong cucunya sebentar karena ingin beli rokok.
Permintaan Tarmizi yang berpura-pura menyuruh memegang cucunya tersebut rupanya modus untuk menipu korban. Sebab, saat korban telah masuk ke dalam rumahnya, Tarmizi justru meletakkan cucunya di lantai dan langsung menyeret korban ke dalam kamar. Suasana rumah pelaku yang sunyi karena seluruh keluarganya sudah keluar rumah, membuat pelaku leluasa memperkosa korban.
“Saat sudah didalam kamar, pelaku langsung membuka celana anak saya, mulutnya di bekap dengan kain sehingga tidak bisa berteriak. Kemudian langsung diperkosa,” ungkap ZI.
Menurut dia, kejadian pemerkosaan tersebut baru diketahui pada Senin (29/2), setelah dirinya memaksa anaknya tersebut untuk mengungkapkan persoalan yang menimpanya. Korban baru bersedia mengungkapkan identitas orang yang telah memperkosanya, setelah ayah kandungnya mengancam akan menggorok lehernya, jika tidak mau mengungkapkan kejadian yang menimpanya tersebut.
“Sebenarnya pada hari Minggu (28/2), saya telah menaruh curiga melihat kondisi fisik anak saya saat pulang ke rumah. Karena dia berjalan sudah mengangkang dan seperti hoyong-hoyong. Namun saat saya tanya kenapa, dia tidak mau mengaku kalau sudah diperkosa oleh seseorang,” paparnya.
Kemudian, pada Senin (29/2) saat korban pergi ke sekolah, ZI kembali melihat di bagian belakang roknya basah. “Setelah saya periksa, ternyata darah yang keluar dari vaginanya. Saat itulah saya mengambil parang, jika dia tidak mengakui siapa orang yang telah memperkosanya, maka saya ancam akan menggorok lehernya. Manya dia mau mengakui bahwa dia telah diperkosa oleh Tarmizi pada hari Minggu (28/2),” ungkap ZI.
Menurut pengakuan anaknya, sambung ZI, kejadian pemerkosaan tersebut takut diungkapkan kepada ayahnya karena diancam oleh pelaku. Namun korban tidak mengungkapkan bentuk ancaman yang diterimanya dari pelaku.
Korban pemerkosaan yang berusia 11 tahun itu saat diwawancarai wartawan di Mapolres Aceh Selatan, Senin (7/3), mengungkapkan, setelah pelaku memperkosanya, pelaku memberikan uang sebesar Rp20.000 kepadanya, namun uang tersebut dia tolak.
Dia menyebutkan, sebelum kejadian pemerkosaan itu, pada hari Jumat (26/2), pelaku juga telah berupaya melakukan tindakan percobaan pemerkosaan terhadap dirinya, namun tidak berhasil karena cepat melarikan diri.
“Saat itu dia (pelaku) juga memanggil saya dengan cara membohongi untuk keperluan sesuatu. Saat itu dia memegang seluruh tubuh saya, namun saya berhasil melarikan diri. Saya takut melaporkan ke ayah, karena takut dimarahi,” beber korban.
Sementara itu, tersangka Tarmizi (52) saat di wawancarai di Mapolres Aceh Selatan, mengakui bahwa dirinya telah memperkosa korban di rumahnya di Desa Lhok Sialang Rayeuk, Kecamatan Pasie Raja.
“Saat itu, korban sedang menonton TV di rumah saya, lalu saya kasih uang Rp 200.000. Kemudian saya ajak masuk kamar, dia mau masuk ke kamar. Saat itulah saya buka celananya dan saya perkosa. Tidak benar kalau saya bekap mulutnya dengan kain, dan dia tidak berteriak,” beber Tarmizi.
Kanit PPA Satreskrim Polres Aceh Selatan, Bripka AR Fadhly R menyatakan, tersangka dijerat dengan pasal pencabulan, persetubuhan dan pelecehan seksual pasal 76 D UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak jo pasal 34 jo pasal 47 Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat dengan ancaman kurungan penjara paling lama 15 tahun dan hukuman cambuk paling banyak 175 kali.
Kepala P2TP2A Aceh Selatan, Masliah, mengatakan, selain melakukan proses pendampingan hukum terhadap korban, pihaknya juga akan melakukan pendampingan untuk pemulihan psikologis anak tersebut, sehingga masa depannya tetap terjamin.
“Setelah kejadian pemerkosaan tersebut, korban tidak berani lagi pergi ke sekolah dan bahkan tidak berani keluar rumah. Dia merasa malu sama kawan-kawannya. Hal itu menandakan bahwa psikologis korban sudah terganggu. Jika dalam waktu dekat ini kondisi jiwa korban belum pulih, maka kami akan membawa atau merujuk korban ke ahli psikologi di Banda Aceh,” ujar Masliah.
Di samping itu, sambung Masliah, pihaknya juga mendorong Pemkab Aceh Selatan menggencarkan langkah sosialisasi tentang ilmu agama agar warga menjauhi perbuatan asusila serta pemahaman dampak hukum yang akan diterima jika melakukan perbuatan tersebut.
“Di setiap desa sekarang ini ada dana desa, dan dibenarkan menganggarkan dana itu untuk kegiatan sosialisasi tersebut. Maka kami mendorong pemerintah desa dalam Kabupaten Aceh Selatan agar menggencarkan langkah sosialisasi dan pemahaman hukum kepada masyarakat. Sebab, selama ini kasus pencabulan sudah tergolong tinggi di Aceh Selatan,” pungkasnya.(Pikiran Merdeka)
Korban yang masih berusia 11 tahunitu diperkosa oleh warga Desa Lhok Sialang Rayeuk, Kecamatan Pasie Raja, Aceh Selatan, bernama Tarmizi (52). Pelaku merupakan tetangga korban yang sehari-hari bekerja sebagai penggalas ikan. Ia menjebak korban dengan berpura-pura menyuruh korban menggendong cucunya dengan alasan ingin beli rokok, lalu saat korban telah masuk ke dalam rumah langsung dibekap mulutnya dan diperkosa.
Tak terima atas perlakuan bejat pelaku, pihak keluarga korban bersama warga sempat menghakimi pelaku. Beruntung, aksi massa tersebut cepat diketahui petugas. Pelaku yang sudah babak belur dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Yulidin Away Tapaktuan.
Untuk mencari keadilan atas perlakuan pelaku terhadap anaknya, ayah korban berinisial ZI dengan didampingi Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh Selatan, Masliah, melaporkan kejadian tersebut ke Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Aceh Selatan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Kapolres Aceh Selatan AKBP Achmadi SIK yang dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim Iptu Darmawanto Ssos menyebutkan, setelah menerima laporan dari keluarga korban, pihaknya langsung mengamankan pelaku yang telah selesai dirawat di RSU Yulidin Away Tapaktuan pada Kamis (4/3). Tersangka langsung ditahan di sel Mapolres setempat.
“Setelah menjalani proses pemeriksaan, ternyata pelaku mengakui seluruh perbuatannya sehingga pelaku langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di sel Mapolres Aceh Selatan sejak Kamis (4/3) lalu,” kata Darmawanto kepada Pikiran Merdeka di Tapaktuan, Senin (7/3).
Sementara ayah kandung korban, ZI yang ditemui di Mapolres Aceh Selatan, Senin (7/3), mengungkapkan, kejadian pemerkosaan itu terjadi Minggu (28/2) pagi. Saat itu, korban bersama seorang temannya sedang melintas di depan rumah pelaku.
Tiba-tiba pelaku yang bernama Tarmizi memanggil korban ke rumahnya. Tarmizi yang saat itu sedang menggendong salah seorang cucunya, pura-pura menyuruh korban untuk menggendong cucunya sebentar karena ingin beli rokok.
Permintaan Tarmizi yang berpura-pura menyuruh memegang cucunya tersebut rupanya modus untuk menipu korban. Sebab, saat korban telah masuk ke dalam rumahnya, Tarmizi justru meletakkan cucunya di lantai dan langsung menyeret korban ke dalam kamar. Suasana rumah pelaku yang sunyi karena seluruh keluarganya sudah keluar rumah, membuat pelaku leluasa memperkosa korban.
“Saat sudah didalam kamar, pelaku langsung membuka celana anak saya, mulutnya di bekap dengan kain sehingga tidak bisa berteriak. Kemudian langsung diperkosa,” ungkap ZI.
Menurut dia, kejadian pemerkosaan tersebut baru diketahui pada Senin (29/2), setelah dirinya memaksa anaknya tersebut untuk mengungkapkan persoalan yang menimpanya. Korban baru bersedia mengungkapkan identitas orang yang telah memperkosanya, setelah ayah kandungnya mengancam akan menggorok lehernya, jika tidak mau mengungkapkan kejadian yang menimpanya tersebut.
“Sebenarnya pada hari Minggu (28/2), saya telah menaruh curiga melihat kondisi fisik anak saya saat pulang ke rumah. Karena dia berjalan sudah mengangkang dan seperti hoyong-hoyong. Namun saat saya tanya kenapa, dia tidak mau mengaku kalau sudah diperkosa oleh seseorang,” paparnya.
Kemudian, pada Senin (29/2) saat korban pergi ke sekolah, ZI kembali melihat di bagian belakang roknya basah. “Setelah saya periksa, ternyata darah yang keluar dari vaginanya. Saat itulah saya mengambil parang, jika dia tidak mengakui siapa orang yang telah memperkosanya, maka saya ancam akan menggorok lehernya. Manya dia mau mengakui bahwa dia telah diperkosa oleh Tarmizi pada hari Minggu (28/2),” ungkap ZI.
Menurut pengakuan anaknya, sambung ZI, kejadian pemerkosaan tersebut takut diungkapkan kepada ayahnya karena diancam oleh pelaku. Namun korban tidak mengungkapkan bentuk ancaman yang diterimanya dari pelaku.
Korban pemerkosaan yang berusia 11 tahun itu saat diwawancarai wartawan di Mapolres Aceh Selatan, Senin (7/3), mengungkapkan, setelah pelaku memperkosanya, pelaku memberikan uang sebesar Rp20.000 kepadanya, namun uang tersebut dia tolak.
Dia menyebutkan, sebelum kejadian pemerkosaan itu, pada hari Jumat (26/2), pelaku juga telah berupaya melakukan tindakan percobaan pemerkosaan terhadap dirinya, namun tidak berhasil karena cepat melarikan diri.
“Saat itu dia (pelaku) juga memanggil saya dengan cara membohongi untuk keperluan sesuatu. Saat itu dia memegang seluruh tubuh saya, namun saya berhasil melarikan diri. Saya takut melaporkan ke ayah, karena takut dimarahi,” beber korban.
Sementara itu, tersangka Tarmizi (52) saat di wawancarai di Mapolres Aceh Selatan, mengakui bahwa dirinya telah memperkosa korban di rumahnya di Desa Lhok Sialang Rayeuk, Kecamatan Pasie Raja.
“Saat itu, korban sedang menonton TV di rumah saya, lalu saya kasih uang Rp 200.000. Kemudian saya ajak masuk kamar, dia mau masuk ke kamar. Saat itulah saya buka celananya dan saya perkosa. Tidak benar kalau saya bekap mulutnya dengan kain, dan dia tidak berteriak,” beber Tarmizi.
Kanit PPA Satreskrim Polres Aceh Selatan, Bripka AR Fadhly R menyatakan, tersangka dijerat dengan pasal pencabulan, persetubuhan dan pelecehan seksual pasal 76 D UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak jo pasal 34 jo pasal 47 Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat dengan ancaman kurungan penjara paling lama 15 tahun dan hukuman cambuk paling banyak 175 kali.
Kepala P2TP2A Aceh Selatan, Masliah, mengatakan, selain melakukan proses pendampingan hukum terhadap korban, pihaknya juga akan melakukan pendampingan untuk pemulihan psikologis anak tersebut, sehingga masa depannya tetap terjamin.
“Setelah kejadian pemerkosaan tersebut, korban tidak berani lagi pergi ke sekolah dan bahkan tidak berani keluar rumah. Dia merasa malu sama kawan-kawannya. Hal itu menandakan bahwa psikologis korban sudah terganggu. Jika dalam waktu dekat ini kondisi jiwa korban belum pulih, maka kami akan membawa atau merujuk korban ke ahli psikologi di Banda Aceh,” ujar Masliah.
Di samping itu, sambung Masliah, pihaknya juga mendorong Pemkab Aceh Selatan menggencarkan langkah sosialisasi tentang ilmu agama agar warga menjauhi perbuatan asusila serta pemahaman dampak hukum yang akan diterima jika melakukan perbuatan tersebut.
“Di setiap desa sekarang ini ada dana desa, dan dibenarkan menganggarkan dana itu untuk kegiatan sosialisasi tersebut. Maka kami mendorong pemerintah desa dalam Kabupaten Aceh Selatan agar menggencarkan langkah sosialisasi dan pemahaman hukum kepada masyarakat. Sebab, selama ini kasus pencabulan sudah tergolong tinggi di Aceh Selatan,” pungkasnya.(Pikiran Merdeka)
0 komentar:
Posting Komentar